Unit Link dan Term-life dalam Perbandingan
Ketika anda mengambil asuransi jiwa berjangka (term-life), perusahaan asuransi bertaruh bahwa anda tidak akan mati pada masa pertanggungan. Dan biasanya mereka selalu benar. Kalau biasanya tidak, tentu mereka sudah bubarkan perusahaan asuransinya, sebab keuntungan mereka didapat dari hasil pertaruhan ini. (Pameo populer mengatakan, “bandar selalu menang”).
Anda sendiri tidak bertaruh apa-apa karena walaupun anda telah membayar premi, pada dasarnya anda berharap tetap hidup sampai masa pertanggungan berakhir.
Tapi dalam unit link, perusahaan asuransi tidak bertaruh dengan hidup-matinya jiwa anda. Mereka hanya berharap anda akan hidup cukup lama sampai uang yang anda setorkan ke mereka mencapai hasil investasi yang cukup untuk membayar klaim anda.
Lalu apakah term-life itu judi? Ada yang menganggap begitu. Tapi sekarang ada term-life yang syariah. Kalau sudah syariah tentu bukan judi. Akadnya disebut tabarru atau berbuat kebajikan (tolong-menolong). Preminya ya sama-sama hangus juga kalau tidak klaim, hanya ada bagi hasil dari surplus dana tabarru.
Kemudian, ini yang kerap disalahpahami orang: meski unit link berlaku seumur hidup, jenis asuransi jiwa pada unit link sebetulnya asuransi jiwa berjangka juga. Bedanya dengan term-life, jangka waktu pada unit link berlaku sampai usia 99 atau 100, sedangkan pada term-life hanya berlaku sampai usia 70 tahun.
Mengapa unit link termasuk asuransi jiwa berjangka? Karena biaya asuransi tetap dikenakan setiap tahun selama polis masih ingin tetap berlaku. (Pada asuransi jiwa seumur hidup atau whole-life, biaya asuransi dikenakan di muka, 5 atau 10 tahun pertama, dengan memperhitungkan biaya asuransi tahun-tahun selanjutnya sehingga premi jadi mahal).
Penetapan biaya asuransi jiwa pada unit link menggunakan metode actual premium (riil sesuai usia pada tahun berjalan dan naik setiap tahun), sedangkan pada term-life tarifnya ditetapkan dengan metode level premium (rata/flat mulai awal masuk hingga akhir pertanggungan).
Dalam unit link, nasabah membayar biaya asuransi (iuran tabarru dalam unit ink syariah) secara terus-menerus sampai uang pertanggungannya cair (alias meninggal). Biaya asuransi tersebut dipotong dari hasil investasi sehingga hampir tidak akan terasa bahwa nasabah telah membayar.
Jadi dalam unit link tidak ada kemungkinan memberikan uang gratis ke perusahaan asuransi. Uang pertanggungan pasti keluar, dan jumlahnya akan jauh lebih besar daripada total biaya asuransi yang dibayarkan selama berpuluh-puluh tahun.
Sementara dalam term-life, hal ini tidak dimungkinkan karena ada pembatasan usia maksimal, biasanya 70 tahun. Batasan itu pun jika sebelumnya telah mendaftar pada usia 50 tahun. Lewat usia 60, umumnya perusahaan asuransi jiwa akan menolak aplikasi nasabah. Iyalah, orang mau mati kok baru minta asuransi jiwa. Jelas perusahaan gak mau rugi.
Dalam term-life, ada kemungkinan nasabah akan memberikan uang gratis kepada perusahaan asuransi jika dalam masa pertanggungan ia masih hidup. Dan kemungkinan ini sangat besar, mengingat usia harapan hidup orang Indonesia rata-rata mencapai 65 tahun. Jika orang meninggal jauh di bawah usia itu, besar kemungkinan penyebabnya bukan “faktor usia”, tapi sebab lain seperti kecelakaan, sakit kritis, atau tertular flu burung. (Saya tidak sebutkan penyakit menular karena AIDS juga penyakit menular, namun dari jenis yang tidak bikin orang mati secara cepat).
Sebuah tabel mortalitas yang pernah saya baca menyebutkan, tingkat kematian pada laki-laki di kisaran usia 25-40 tahun adalah 0,135% alias 1,35 per mil (seribu). Artinya, di antara seribu orang, yang berkemungkinan meninggal pada rentang usia itu adalah 1,35 orang (antara 1-2 orang).
Jika dibaca kebalikannya, maka di antara 1000 orang, 998,65 orang tetap hidup. Dengan kata lain, peluang seorang muda usia 25-40 tahun untuk tetap hidup adalah 99,865%.
Kesimpulannya, jika seorang muda usia mengambil program asuransi jiwa berjangka (term-life), 99,865% uangnya akan hangus.
Di unit link, khusus manfaat meninggal dunia, kemungkinan uang hangus itu tidak ada. Biaya asuransi yang telah dibayarkan memang tidak akan dikembalikan, tapi biaya itu akan diganti dalam bentuk uang pertanggungan (UP). Dan besarnya UP ini jauh lebih besar daripada total biaya asuransi yang ditagihkan selama seumur hidup nasabah.
Kemudian dari segi premi, term-life sedikit lebih murah. Untuk laki-laki usia 30 tahun, dari ilustrasi yang pernah saya peroleh dari sebuah perusahaan asuransi, UP 1 miliar bisa didapat dengan premi 3 juta per tahun selama 20 tahun. Untuk jangka waktu lebih pendek (10 atau 5 tahun), preminya sama tapi manfaatnya lebih besar. Kemudian jika ingin memperpanjang masa perlindungan, biaya premi akan naik beberapa kali lipat. Di usia 50 tahun, ilustrasi yang saya terima menunjukkan laki-laki tsb harus membayar premi 15,530 juta (naik 5 kali lipat lebih) sampai usia 70.
Premi unit link agak lebih mahal daripada term-life. Tentu saja, karena premi pada unit link dibagi dua: sebagian untuk bayar porsi asuransi, sebagian lagi untuk porsi investasi. Perusahaan penyedia unit link sudah memperhitungkan perbandingan keduanya sehingga premi cukup dibayar dalam jangka waktu tertentu (misalnya 10 tahun), dan untuk seterusnya biaya asuransi akan dipotong secara otomatis dari hasil investasi.
Sebagai contoh, untuk mendapatkan UP 1 miliar bagi laki-laki 30 tahun, sebuah produk unit link mengenakan premi 355 ribu per bulan (disetahunkan jadi 4,26 juta, tapi bayarnya bisa bulanan). Dengan catatan asumsi investasi terpenuhi, nasabah bisa membayar cukup selama 10 tahun. Selanjutnya hasil investasi akan membayari sendiri biaya asuransi tahun-tahun selanjutnya sampai nasabah ybs meninggal dunia. (Penjelasan tentang produk unit link dimaksud, klik di sini).
Untuk membandingkan keduanya silakan hitung sendiri.
Itulah sekilas tinjauan mengenai perbandingan antara unit link dan term-life. Masih ada beberapa perbedaan lainnya, tapi biar saya pelajari lagi dan saya bagikan hasilnya di lain kesempatan. []